Jika anda seorang DJ(Disk Jockey), Musisi Profesional(drummer pasti, gitaris, tabber dst), Pencipta Lagu, Komposer dst. Tentu menentukan tempo suatu lagu bukanlah perkara mudah, kalau lagu itu karangan kita sendiri ya mungkin langsung ketemu, karena kita yang menentukan. Tapi lain kalau kita harus mentranskrip lagu karangan orang lain, dengan modal pendengaran saja, bukan persoalan mudah untuk menentukan masalah tempo, apalagi kalo dikejar deadline segala, harus cepat.
Untuk mengukur tempo lagu yang dinyatakan dalam satuan beat per minute (bpm), saat ini telah ada beberapa software yang bisa kita jadikan alat bantu. Diantaranya adalah BPM Analyser, BPM Detector dst. Sebagian ada yang versi proprietary(dijual resmi) dan ada pula yang benar-benar gratis (freeware). Bagi saya, yang pecinta open source dan suka barang gratis, saya gunakan BPM Detector dari PistonSoft(http://www.pistonsoft.com). Meski software ini masih berjalan diatas sistem operasi Windows, tapi gratis :).
BPM Detector mempunyai kinerja yang cukup handal. Untuk merender ribuan lagu di hard disk saya, hanya perlu beberapa menit saja. Satu folder yang berisi 416 lagu hanya dirender selama 4 menit, bayangkan jika anda sendiri, tanpa alat bantu, makan waktu berapa lama untuk menentukan tempo lagu sebanyak itu? :) capek deh… he he he
BPM Detector bisa memainkan langsung dan juga bisa memisah(split), menggabungkan(join), merekam(record), bahkan juga bisa mengkonversi sebuah file MP3. Sayangnya perlu software-sofware tambahan yang dijual oleh pistonsoft secara terpisah(dooohhhh… beli lagi :( )
Kekurangannya untuk beberapa lagu masih belum bisa dihitung dengan tepat, sehingga hasilnya diberi nilai 0 (nol). Saya kurang mengetahui secara pasti sebabnya kenapa bisa seperti itu. Apakah terjadi pembagian nol(devide by zero), tidak bisa dihitung, atau karena hal lain dibalik proses software-nya. Kekurangan yang lain, software ini hanya untuk file-file dengan ekstensi MP3 saja, sehingga untuk format lain seperti ogg misalnya, harus dikonversi menjadi bentuk MP3 terlebih dahulu.
Friday, January 23, 2009
Tuesday, January 20, 2009
Ernie Ball VS D'Addario, sebuah catatan perpindahan string
Ernie Ball VS D'Addario? pilihan berat yang sempat kualami juga untuk pindahan senar gitar :). Seperti kita ketahui bersama, dua merk itu memang menjadi trade mark-nya musisi-musisi tingkat dunia. Jimmy Page, Vai, Clapton, Kirk Hammet hanyalah sebagian dari pengguna Ernie Ball, sementara D'Addario dipakai oleh Joe Satriani, Jeff Beck, Phil Collen dst.
Produk yang saya pakai disini adalah sesuai dengan yang banyak beredar di pasaran Indonesia. Sebenarnya saya sendiri juga sudah pernah mencoba berbagai tipe senar dari mulai merk Pyramid, Fuji, Fender, Ernie Ball dan D'Addario, memang variatif dari berbagai sisi, ada yang murah, mahal, awet, mudah putus, ada yang cepat karatan dst.
Untuk Ernie Ball saya pakai yang Hybrid Slinky P02222 dengan ukuran senar .9(E), .11(B), .16(G), .26(D), .36(A), .46(E), sedangkan D'Addario saya pakai EXL120 Super Light 9-42 dengan ukuran senar .009(E), .011(B), .016(G), .024(D), .032(A), .042(E).
Harga:
Ernie Ball: kisaran 50rb
D'Addario: kisaran 60rb
Kualitas Pemakaian: ini memang ada kaitannya dengan cara kita merawat juga, tapi pada dasarnya saya sudah berusaha maksimal.
Ernie Ball: cepat karatan/korosi
D'Addario: lebih tahan lama
Nada/Tone:
Ini yang terpenting sebenarnya, untuk kualitas tone memang bersaing ketat, saya sendiri mencoba mentest dengan berbagai lagu, satu diantaranya adalah intro Just Take My Heart-nya Mr. BIG(recorded version). Karena Paul memainkan intronya pake Ernie Ball ya, ketika tak coba emang jernih Ernie Ball. Tapi, ketika coba-coba bending, DAddario masih clear ketika bending di fret 23 atau 24 sekalipun, enak banget, ga terasa sangat berat.
Dari berbagai pertimbangan itu, memang masalah tone yang bersaing ketat. Saya sendiri juga berat memutuskan ini, tapi saya pilih D'Addario dengan alasan lebih awet aja.
Jika anda ingin melihat proses pembuatan sebuah senar gitar, dapat dilihat disini: http://budisapt.blogspot.com/2013/08/proses-pembuatan-senar-gitar.html
Produk yang saya pakai disini adalah sesuai dengan yang banyak beredar di pasaran Indonesia. Sebenarnya saya sendiri juga sudah pernah mencoba berbagai tipe senar dari mulai merk Pyramid, Fuji, Fender, Ernie Ball dan D'Addario, memang variatif dari berbagai sisi, ada yang murah, mahal, awet, mudah putus, ada yang cepat karatan dst.
Untuk Ernie Ball saya pakai yang Hybrid Slinky P02222 dengan ukuran senar .9(E), .11(B), .16(G), .26(D), .36(A), .46(E), sedangkan D'Addario saya pakai EXL120 Super Light 9-42 dengan ukuran senar .009(E), .011(B), .016(G), .024(D), .032(A), .042(E).
Harga:
Ernie Ball: kisaran 50rb
D'Addario: kisaran 60rb
Kualitas Pemakaian: ini memang ada kaitannya dengan cara kita merawat juga, tapi pada dasarnya saya sudah berusaha maksimal.
Ernie Ball: cepat karatan/korosi
D'Addario: lebih tahan lama
Nada/Tone:
Ini yang terpenting sebenarnya, untuk kualitas tone memang bersaing ketat, saya sendiri mencoba mentest dengan berbagai lagu, satu diantaranya adalah intro Just Take My Heart-nya Mr. BIG(recorded version). Karena Paul memainkan intronya pake Ernie Ball ya, ketika tak coba emang jernih Ernie Ball. Tapi, ketika coba-coba bending, DAddario masih clear ketika bending di fret 23 atau 24 sekalipun, enak banget, ga terasa sangat berat.
Dari berbagai pertimbangan itu, memang masalah tone yang bersaing ketat. Saya sendiri juga berat memutuskan ini, tapi saya pilih D'Addario dengan alasan lebih awet aja.
Jika anda ingin melihat proses pembuatan sebuah senar gitar, dapat dilihat disini: http://budisapt.blogspot.com/2013/08/proses-pembuatan-senar-gitar.html
Labels:
Music Lessons
Subscribe to:
Posts (Atom)